Jejak Digital - Cerpen


 Tepat genap bumi mengelilingi matahari. Hari ini, dan tiga ratus lima puluh lima hari yang lalu. Di kuku-kuku buku, kaki yang menari ditemani dentuman waktu di lengan kiri. Bibliosmia, aroma khas dari tubuh buku-buku itu langsung menyeruak saat aku mendekati wajahku. Hmmmm aroma ini sungguh membuat candu. Milo Mang Uya juga kalah kalau dibandingkan dengan ini.


   Bruk! "aaw" kepala ku sentuh, hati yang meneduh. Aku tersipu.

   "Kupu-kupu mana yang tak riuh kalau begini?" kataku memegangi perut.


Bukan karena lapar. Bukan juga karena sedang mulas. Dia baru baru saja menepuk kepalaku dengan buku setebal delapan centimeter. Kemudian duduk dengan tenang seperti bayi tanpa dosa, percis di depanku. Aku masih memegangi kepalaku yang berbalut kerudung biru, kado ulang tahun ketujuh belas dari bunda. Sakit di kepala memang tak seberapa. Tapi entah mengapa efeknya sampai ke wajahku yang memerah seperti habis memakai blush on. 


   "Ehm. On point banget hari ini" katanya sambil menyambar buku tentang antariksa.

   "Apaan sih". Jawabku yang berusaha agar terlihat kesal.


Hampir setengah jam aku menunggunya. Tapi dia baru datang sekarang. Siapa yang tidak kesal? Ingin ku balas menepuk kepalanya. Mengacak-acak rambut coklat miliknya, atau kalau perlu ku jambak saja sekalian biar tahu rasa. Rambut gondrongnya membuat ia rentan terkena jambakan dari orang-orang. Kasihan, tapi menggemaskan.


Karena ini adalah tempat dilarang bersuara, maka niat untuk menghajarnya aku urungkan. Yaa daripada di amuk massa?


Aku menatapnya sengit, dia pun begitu. Taukah kalian, bahwa ini adalah sebuah pertanda bahaya? Pertanda tempur akan segera dimulai. Kami bertempur dalam diam. Saling menjegal kaki kanan dan kiri. Menindih, melayangkan, menghantam. Mencampakkan sendal capit miliknya, menyembunyikan sepatu pansus merah jambuku, lalu ketiduran.


*Clap-clap-clap*

   "Yok. 10 Menit lagi tutup yaa. Yang sudah selesai baca harap tinggalkan buku nya di tempat. Yang ingin meminjam buku, langsung ke meja peminjaman ya!" Seru pria paruh baya memecah keheningan.


Suara itu menyadarkan kami, lalu bergegas keluar. Manusia mana yang ke perpustakaan untuk tidur? Bukan aku, dia saja. Atau mungkin kalian juga?


Karena tidak ada kerjaan, dan juga tidak mood ke mal seperti orang kebanyakan, maka kami putuskan untuk pergi mencari sebuah tempat yang banyak hijaunya. Sebuah tempat yang damai. Tidak riuh seperti layaknya sebuah kota. Entah dimana tempat itu berada, kami tidak tahu.


Oiya, biar tidak ada setan ketiga aku membawa seorang teman dekatku. Ya walaupun sebutan tadi bisajadi lengser padanya. Tari, perempuan paling bak-blakan yang pernah ku kenal. Manusia dengan motto hidup jangan ribetin orang lain ini sudah menemani perjalanan hidupku tiga belas tahun lamanya.


   "GIMANAA TAAR? kata ku setengah berteriak di atas motor matic merahnya.

   APAAAN?!! tanya dia lebih keras.

   GIMANA RASANYA MAKE TROFI SETAN KETIGA?!

   EH BUSET! SEMBARANGAN LU NAY. HAHAHA! 

   HAHAHA GANTIAAAAN TAAR. KAPAN LAGI KAN LU NEMENIN GUA NGE-BUCIN” tukasku sambil tertawa puas. Ya habis setiap Tari janjian dengan Fahri, dia selalu mengajakku sebagai jaminan agar mendapat kartu izin keluar dari Mama nya.


Setelah berkeliling hampir 15 menit, maps telah membawa kami ke suatu tempat yang cukup jauh dari kota. Sesuai dengan ekspektasi, tempat ini banyak hijaunya. Damai, sejuk, serta tidak terdengar hiruk-pikuk perkotaan. 


Diantara beribu permainan yang ada di taman ini, aku dan Caka, pria pemilik rambut coklat itu memilih ayunan sebagai tempat berlabuh. Sedangkan Tari, sendirian di mangkuk putar yang berhasil membuat perutku trauma sejak duduk di taman kanak-kanak.

Wush! Wush! Suara angin berderu bersama decitan tiang ayunan yang kami tunggangi.

   "TO INFINITY AND BEYOND!" teriaknya menyerukan salah satu kalimat populer di sebuah film yang tayang beberapa waktu lalu.

   "menuju tak terbatas dan melampaui nyaaa!" sambutku tak mau kalah.

   "ngikut aja lu" katanya dengan wajah yang merungut, dan bibir menirukan tokoh Donald bebek. Aku tertawa geli.


Senang. Bahagia. Tertawa seharian hingga sakit perut. Mungkin ini yang namanya efek samping dari jatuh hati. Entahlah, aku tidak tau. Yang jelas semua masalah seolah sirna. Tidak perduli ada badai atau kilat, asal dia di dekatku. Dunia milik aku dan dia. Milik Naya dan Caka. Hanya kita.


   "Kak mau sekalian sama snack-nya?" kata wanita berseragam merah dan biru di hadapanku.

Aku menggeleng engga deh kak.

   "Kalo sosis nya mau gak kak? Masih anget loh, langsung dari mesin pemanggang lagi! Eumm. Katanya, menggodaku lagi.

   “Enggak kak makasiih, saya gak suka sosis. Hehehe"

   "Hmmm. Eh iya, kak itu pacarnya? minta beliin coklatnya sekalian dong kak, mumpung diskon niih. Kalo coklat pasti suka dong yakaan? Siapa sih yang ga suka coklat di bumi pertiwi iniii"

Aku menelan ludah "hehehe bukan kak"h

   " Oh, maaf kak" jawabnya segan. Setelah itu dia tidak menawarkan apa-apa lagi padaku.


***

"Cieeee" 

"apaan sih? Ga jelas banget"

"kak pacarnya ya?" kata dia menggoda ku.

Aku tertawa geli. Sungguh ini benar-benar memalukan. "TAUU DARIMANAAA. NGUPING YA? KOK BISA SIH KEDENGERAN. KAN KAMU JAUUH" kataku menggeram.

"Hahahaa ya dengerlah, kita kan masih satu ruangan. Eh terus tadi di iyain?"

"hmm enggak"

"kenapa gak jawab iya?"

"kalo iya entar beneran disuruh beli coklatnya gimana? Kan kita lagi krisis moneter"

"hahahaha iya juga ya" jawabnya tertawa kecut.


Itu ketika kami di supermarket yang tak jauh dari taman. Saat kami kehausan, aku dan Caka pergi mencari minuman dingin. Sementara Tari, menjadi penjaga taman untuk beberapa saat sebelum kami kembali.


Ku temukan lagi, di jejak digital yang sedang membuat peringatan ibarat anniversary yang mengharukan. Iya, memang haru. Di tambah (+) S, bukan dingin. Tapi haru-s’. Ya, harus di enyahkan. Segera~


Karena semua hanya sebatas kenang. Aku dan kamu tidak pernah menjadi sesuatu yang dikatakan wanita berseragam merah dan biru tadi.  Aku dan kamu tidak pernah berubah menjadi kata kita. Bahkan, kata dan juga tak dapat mengiringi aku dan kamu. Aku, kamu, kini hanya sebatas jejak digital. Hanya itu.


By: Apayafive

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lorong Sendu - Puisi

MR. TJ Si Raksasa Jalanan - Feature

Tuan Semu - Cerpen