Tuan Semu - Cerpen


Kau tau? Ungkapan jangan terlalu cepat membuka pintu, ada benarnya. Karena, kita tak pernah tau siapa yang akan menjadi tamu. Benar tamu atau penipu? Benar ingin singgah atau malah pindah? Bagaimana jika tiba-tiba peraduan kita diambil alih?

Kesalahan ini juga yang sering dilakukan kebanyakan manusia di bumi. Termasuk aku. Aku terlalu cepat membuka pintu tanpa bertanya siapa gerangan di balik benda persegi panjang itu. 

Suatu waktu, ia tiba-tiba datang. Entah apa maksud semesta membawanya padaku. Entah sebuah konspirasi atau bukan, aku juga tak mengerti. Tapi satu yang pasti. Aku senang sekali. Sebab seandainya alam sedang menjebakku pun, aku terjebak dengannya, bukan?

Dengan ringan tanganku membuka pintu, lalu menyambutnya masuk.

Dia yang sedang terluka, patah kaki dan juga hati. Membuatnya tak mampu melangkah lebih jauh mengejar apa yang ia perjuangkan selama ini. Dia dan wanitanya sudah tak sepenanggungan. Mereka, sudah tak beriringan.

Ku coba untuk membasuh. Sampai airnya terlihat amat keruh. Lukanya cukup dalam. Tuhan, dosa apa pria ini, hingga begitu dalam dilukai perempuan itu? Hingga di suatu hari, ia tiba-tiba merengkuh dan mendekapku dengan sangat.

"Hey ada apa?” kataku. “Terimakasih, SAYANG” katanya singkat. Mata coklatnya berkaca penuh haru. Dan bibirnya gemetar. Seperti ada kecemasan lain yang entah apa itu. Hatiku menghangat. Seperti ada margarin yang sedang dilelehkan. Aku membalasnya dengan senyuman.

Ya, pria ini sudah pulih. Hampir tak ada bekas. “Ayo ikut aku” ajaknya. “Kemana?”. “Ikut saja”. Entah kemana ia akan membawaku. Tubuhku mengikut saja kemana ia menarik. “Kemanapun, asal denganmu”. 

Sejak itu, ia selalu ada di sampingku. Menemaniku, itu janjinya. Banyak harap yang sudah bergelangtungan. Meminta untuk segera dikabulkan. Namun, sepertinya harapan itu harusku kubur dalam-dalam.

Sebab, semua ini ternyata sama sementaranya seperti jatah manusia di bumi. Dia yang ku pikir sudah pindah dan menetap, nyatanya hanya penipu yang berusaha mengambil-alih perasaan, kemudian pergi meninggalkan.

Huh, lagi-lagi manusia hanya meninggalkan kenang. Tak perduli kisah itu berawal senang atau kebalikan. Yang jelas ujung-ujungnya sakit. Berdarah. Luka-luka.

Oh, ini tidak nyata? Lalu mengapa seolah-olah iya? Aah, aku paham. Dia memang tak pernah menyimpan perasaan kan? yang ia katakan tentu hanya bualan. Aku saja yang terlalu besar kepala menanggapinya.

Ya, mungkin itu lebih tepat. Sejak awal aku tak pernah benar-benar memilikinya. Aku yang salah membuka pintu terlalu cepat. Membiarkan ia masuk dengan leluasa, kemudian semena-mena. Sekarang, aku sendiri yang repot menata ulang rumahku.

Hmm, benar, awal kan berakhir. Bertemu akan berpisah. Masaku dan dia sudah berakhir. Ternyata semesta menghadirkannya hanya untuk ucapan perpisahan. Terima kasih sudah mampir. Terima kasih sudah singgah. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lorong Sendu - Puisi

MR. TJ Si Raksasa Jalanan - Feature